Selasa, 13 Januari 2015

Preview Singkat Film Tanah Mama



Awalnya hanya iseng melihat thriller film ini yaitu film Tanah Mama, kelihatannya menarik dengan view cantik tanah Papua. Tapi keinginan untuk menonton masih belum begitu tertarik.
Sampai akhirnya Minggu malam, Seseorang mengajak Saya untuk menontonnya Senin malam.
Huaaaa ternyata rezeki anak shalehah ya, hehehe

Singkat cerita sampailah Senin sore, kami bertemu lalu segera bergegas untuk membeli tiket di 21 Cineplex TIM untuk jam 19.00. Ternyata kami pembeli pertama ya ampun ga ada yang mau nonton film ini apa yaa? atau kurang promosi...
Maghrib tiba, kami shalat dulu, setelah itu kami kembali ke area TIM, Tidak lama kemudian panggilan film akan dimulai pun diumumkan, masuk kami ke theater 3, kami sudah cemas klo penontonnya hanya kami saja dan sesampainya didalam, Alhamdulillah sudah ada beberapa orang.

Awal cerita di gambarkan dengan pemandangan tanah Papua yang cantik, sebuah pulau di ujung Indonesia yang cantik dengan tanah yang sangat subur juga sumber daya alam melimpah.
Dibalik keindahan alamnya, dibalik wisata alamnya yang menggeliat hingga ke dunia luar masih banyak penduduk asli yang hidup dalam kemiskinan, dalam film ini bercerita sebuah keluarga dengan sang Ibu/Mama bernama Halosina bertempat tinggal di Yahukimo, ini sekitar 5 jam perjalanan dengan jalan kaki dari pinggiran kota Wamena. Daerah Yahukimo ini memang mata pencahariannya dengan berkebun ubi. ubi disana besar-besar daripada ubi yang ada di daerah jawa.

Mama Halosina ini memiliki 4 orang anak, satu diantaranya masih balita. Mama Halosina ini seolah ditinggal pergi oleh suaminya yang memang mempunyai istri muda dengan 4 orang anak juga. Mama Halosina ini berjuang sedemikian rupa untuk 4 anaknya sampai suatu hari tidak ada uang tidak ada bahan makanan yang dimasak akhirnya memutuskan untuk mengambil  ubi di kebun milik adik iparnya, mama ini mengambil ubi dengan cara yang benar di gali baik-baik dan menutupnya kembali setelah mengambil ubi. Tetapi sang adik ipar tidak bisa menerima perbuatan mama, beliau melaporkan perbuatan mama ke kepala desa/kepala adat dengan tuduhan mencuri, di desa ini sudah ada kesepakatan jika mencuri harus kena hukuman yaitu membayar denda dengan seekor babi atau uang Rp. 1.000.000. 

Mama Halosina sudah menjelaskan keppada kepala adat bahwa  dirinya tidak berniat mencuri, yang diambil itu kebun milik adik iparnya sendiri bukan kebum milik orang lain, jadi dia beranggapan itu bukan mencuri karena keluarga. Kepala adat tetap meminta Mama untuk membayar denda dengan cara di cicil.
Mama Halosina pindah ke rumah adik perempuannya karena di tempat tinggalnya tidak bisa mendapatkan makanan karena tidak diberi kebun oleh suaminya.

Sampai suatu hari, sang suami datang menemui mama Halosina ini lalu mereka bertengkar, Mama sedih karena dia harus terpaksa mengambil ubi di kebum milik adik ipar untuk bertahan hidup sang anak-anak, mama terus saja mengungkapkan kekesalannya pada sang suami kenapa tidak mau ikut menemui kepala desa dan membantunya mencari jalan keluar membayar denda, sedangkan saat sang suami terbelit hutang, Mama Halosina ini rela meminjam uang kekeluarganya di kota, kenapa saat mama Halosina yang tertimpa masalah seolah sang suami angkat tangan tidak mau membantu tidak mau bertanggungjawab atas anak-anaknya. Mama juga kesal kenapa dia tidak diberi kebun untuk menanam ubi dsb sehingga bisa menghasilkan untuk makan anak-anaknya. Sedangkan istri ke-2 nya ini diberi kebun dan disekolahkan di sekolah terdekat. Sang suami mengatakan bahwa perlakuan antara istri-istrinya ini adalah perbuatan adil.

Apa adil? perbedaan mencolok ya teman2 masa di bilang adil, heheehe. Saking Mama Halosina kesal, Sampai ada satu kalimat yang keluar dari mulut mama yaitu "kamu bisanya hanya bersetubuh".

Waktu terus berjalan sampai akhirnya Mama dipanggil lagi oleh kepala adat, tetapi belum ada yang bisa dicicil oleh mama. Sang suami juga sudah di tegur oleh tetangga sekitar rumah kenapa sampai tidak bertanggung jawab pada anak istrinya.
Akhirnya sang suami sadar, dia membuka lahan untuk Mama Halosina dan sang adik ipar pun memaafkan tetapi Mama harus tetap membayar denda semampunya.

Sebuah perjalanan rumahtangga yang pelik, dimana poligami dengan ketimpangan yang besar disebut adil oleh sang suami.

Menurut Saya, hikmah dari film ini adalah: 
Berbuat adillah jika memang berpoligami, jangan lah berpoligami jika tidak mampu adil.
Lalu bertanggung jawablah pada keluargamu, jangan hanya maunya membuat anak saja,
Sebuah perjuangan pengorbanan seorang ibu untuk sang anak-anak agar tetap hidup agar tetap ceria layaknya anak-anak.
Semakin sayang dengan Ibu yang melahirkan, membesarkan juga mendidik kita
Jangan lagi menyianyiakan makananmu, karena diluar sana masih banyak yang kelaparan

Film dokumenter yang bagus dan menarik hanya saja kurang promosi, Saya memperhatikan beberapa kali kamera goyang saat pengambilan gambar juga warna dari view pemandangan alam Papua kurang keluar kurang WOW *ini hanya pendapat Saya yang awam akan ilmu film.
Setelah selesai film ini, ternyata hanya sekitar 12 orang yang menonton dan itu pun sebagian besar memang orang-orang berjiwa seni/film dari bahasa yang Saya dengar sesaat di pintu keluar.

Terimakasih  untuk seseorang yang sudah mengajak Saya menonton film ini 12/1/2015.
Terimakasih untuk Nia Dinata dan kru film Tanah Mama
Semakin cinta dengan tanah Papua yang entah kapan bisa menginjakkan kaki kesana.

                                                                                                 Jakarta, 13 Januari 2015, 18.10

2 komentar:

  1. Wah kayaknya harus nonton langsung nih saya kak. Nggak asyik kalau hanya baca reviewnya hehehe

    BalasHapus
  2. @HP Yitno: monggo silakan, ayoo ramaikan film Indonesia. Asli ga akan nyesel deh nontonnya :)

    BalasHapus